Desentralisasi Fiskal di Indonesia


Sejak reformasi politik tahun 1998, upaya otonomi daerah terus digaungkan. Otonomi daerah memberi ruang bagi para pemimpin daerah untuk mengelola pendapatan dan belanjanya sendiri sehingga desentralisasi fiskal menjadi bagian yang turut serta dalam kebijakan otonomi yang digulirkan. Desentralisasi fiskal telah dimulai dijalankan secara penuh pada tanggal 1 Januari 2001. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Inti dari Undang-undang No. 22 adalah pelimpahan berbagai kewenangan kepada pemerintah daerah dan pengaturan proses-proses politik di daerah, sedangkan inti dari Undang-undang No. 25 adalah dukungan terhadap UU No. 22 dengan menjamin ketersediaan sumber-sumber fiskal bagi pemerintah daerah. Ini bisa dikatakan sebagai fase awal era otonomi daerah.

Fase kedua Otonomi Daerah ditandai dengan adanya reformasi dalam kebijakan keuangan negara melalui penetapan paket Undang-undang keuangan negara yang berisi tiga peraturan di bidang keuangan negara. Ketiga Undang-undang tersebut adalah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, danUU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Telah lebih dari lima tahun reformasi sistem pemerintahan tersebut berjalan dengan berbagai kendala yang mengiringinya serta pro dan kontra. Berbagai usaha pun dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan amandemen Undang-undang Otonomi Daerah. Proses ini merupakan awal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia.UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing- asing digantikan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Dalam  Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan RI antara lain adalah:

  1. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
  2. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaanDesentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah denganmemperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
  3. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yangmenyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan TugasPembantuan.
  4. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaanotonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.
  5. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan PemerintahanDaerah dan antar-Pemerintah Daerah.
  6. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.
  7. Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan yang dimaksud sebelumnya.

Pada dasarnya Pendapatan Daerah (hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan) bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah

Adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuaidengan peraturan perundang-undangan.

b. Dana Perimbangan

Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana perimbangan dapat berupa dana bagi hasil (DAU), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).

 c. Pendapatan Lain-lain.